Selasa, 13 September 2011

RINGKASAN UNDANG-UNDANG (yang berkaitan dengan lingkungan)




I.             UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 32 TAHUN 2004 tentang
PEMERINTAHAN DAERAH
 Undang-undang ini berisi tentang pemerintah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Dilandaskan pada otonomi daerah yang mengarah ke perwujudan masyarakat yang sejahtera melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaandan kekhususan daerah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

II.           UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 7 TAHUN 2004 tentang
SUMBERDAYA AIR
                Undang-undang ini berisi tentang pengelolaan sumberdaya air. Dimana air merupakan karunia dari Tuhan yang mempunyai manfaat terhadap kesejahteraan kehidupan masyarakat Indonesia. Seiring jumlah kebutuhan terhadap air yang meningkat, maka ketersediaan air otomatis akan berkurang. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan dengan memperhatikan fungsi social, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Perlu diperhatikan bahwa pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sector dan antar generasi.

III.          UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO32 TAHUN 2009 tentang
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
           Undang-undang ini berisi tentang negara, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seturut dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga Negara Indonesia. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dilaksanakan secara berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
                Posisi Negara Republik Indonesia yang terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis membuat kondisi alam Indonesia menjadi tinggi nilainya. Dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia membuat Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam yang melimpah. Oleh karena itu kekayaan yang ada perlu dilindungi dan dikelola dalam suatu system perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan terintegrasi antara lingkungan laut, darat dan udara berdasarkan wawasan Nusantara.

IV.         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 26 TAHUN 2007 tentang
PENATAAN RUANG
                 Bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan Negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumberdaya perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan social sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
                Untuk memperkokoh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara  maka harus sejalan dengan kebijakan otonomi daerah. Dalam hal ini yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang. Maka dalam Undang-undang ini diatur tentang kewenangan untuk menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antar daerah.


V.           UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 23 TAHUN 1997 tentang
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
           Undang-undang pengelolaan ligkungan hidup ini menjelaskan tentang lingkungan hidup yang diberikan oleh Tuhan sebagai ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara. Kemudian untuk mendayagunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini.
                  Bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

VI.         UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI
NO 27 TAHUN 2007 tentang
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
           Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian dari sumberdaya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan dating.     
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sector, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
·         Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
·         Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.

Diambil dari berbagai sumber buku dan artikel...

Dive in BUNAKEN bareng friends



Coach lagi megang pemberat

Keep Rock

Siap-siap sebelum down



Merapat ke pelabuhan Bunaken


Mantap...

Senin, 12 September 2011

BIOTURBASI


Bioturbasi adalah satu proses perlemburan semula tanih dan sedimen secara biologi di dasar laut. (Biological reworking of soil and sediment).
Bioturbasi merupakan istilah yang diberikan terhadap destabilisasi substrat oleh aktivitas fauna juga dapat mengganggu keadaan di dasar. Bioturbasi (gangguan biologi) penting dalam struktur komunitas bentik laut (Rosa & Bemvenuti 2005), termasuk meiofauna. Dalam kasus lingkungan sedimen, hal ini dapat terjadi melalui aksi penggalian oleh Copepoda atau Polychaeta pemakan deposit (Lindsay & Woodin 1996). Faktor yang dapat mempengaruhi komunitas meiofauna adalah kehadiran makroinvertebrata, seperti kepiting penggali Chasnagnathus granulata (Dana) di habitat tersebut. Kepiting ini menggali dan mempertahankan liang yang terbuka semi permanen, dan memindahkan sejumlah besar sedimen selama proses makan sehingga terbentuk gundukan di permukaan sedimen dan memelihara liang yang terbentuk pada permukaan sedimen di sekitar galian (Hines 1991; Iribarne et al. 1997; Rosa & Bemvenuti 2005).

 (Sumber gbr: http://sedimentologiduaribusembilan.blogspot.com)

Bioturbasi umumnya terjadi pada sekuen sedimen yang berada pada lingkungan oxic, terrestrial maupun laut dimana masih memungkinkan biota hidup. Pada zona anoxic, dimana biota tidak dapat tumbuh, diharapkan tidak terjadi perusakan oleh biota, namun di lingkungan kryosfer, perusakan sangat mungkin terjadi. Kedua jenis mekanisme perusakan tersebut sangat mengganggu usaha perekaan ulang dinamika lingkungan yang membentuk endapan tersebut. Karena acakan tersebut, material berikut fosil biota teraduk sehingga tidak terdapat pada posisi yang mewakili saat (kejadian) pembentukannya. Analisis temporal tidak mungkin dilakukan pada sekuen ini. Perusakan oleh biota juga sering ditemukan pada koral, berupa lubang-lubang cacing atau binatang lain sehingga mengganggu analisis temporal.
Pada sedimen pengendapan laut dalam (kasus tropis), masih mungkin ditemukan relik bioturbasi ini, bisa terjadi setempat namun kemungkinan merupakan sedimen yang mengalami bioturbasi di zona oxic laut dangkal yang kemudian longsor pada keratan masa yang sangat besar secara utuh masuk ke kedalaman palung. Relik kryoturbasi dapat ditemukan disedimen Kuarter maupun yang lebih tua, yang saat atau setelah pembentukannya mengalami tutupan tudung es.
Perusakan juga dapat terjadi oleh proses lain, seperti rekahan pada permukaan endapan yang mengering, atau mengalami pelarutan (batugamping) yang kemudian terisi oleh material lain (lumpur, pasir, dll).

Semoga infonya bermaanfaat. Jangan lupa beri komentar yah... thx.

Minggu, 04 September 2011

Birunya Laut Tobelo...

Desa Gura

Tanjung Kumo

Pelabuhan Tobelo

Pulau Tulang

Sunset di Tobelo

Sunset dari KM Elizabeth III

PERENCANAAN DAN PEMBENTUKAN DPL

Beikut adalah langkah-langkah dalam perencanaan pembentukan DPL:
  • Tahapan dan Pembentukan
  • Pemilihan Lokasi KKL/DPL
  • Sistem Biaya Masuk
  • Kelompok Pengelola
  • Peraturan Desa atau Surat Keputusan Desa
  • Pengelolaan DPL
  • Pembuatan Rencana Pengelolaan
  • Pemasangan Tanda Batas dan Pemeliharaan
  • Pendidikan Lingkungan Hidup
  • MCS dan Penegakan Hukum
  • Pemantauan dan Evaluasi
  • Penyebarluasan Konsep DPL ke Lokasi Lain (Scaling-up)

Pemilihan Lokasi Kawasan Konservasi Laut
Mendefinisikan calon lokasi KKL atau DPL yang akan menjadi bagian dari jaringan KKL mencakup berbagai penekanan pada pertimbanganpertimbangan yang lebih detail dari pada penetapan kawasan lindung di daratan, walaupun alasan utama dari pembentukan kawasan konservasi keduanya sangat mirip, yaitu :

  • Untuk menjaga proses-proses ekologi penting dan penyanggakehidupan.
  • Menjamin pemanfaatan jenis dan ekosistem secara berkelanjutan.
  • Melindungi keanekaragaman hayati.
Sistem Biaya Masuk
Pelaksanaan sistem biaya masuk dalam DPL dapat diperlakukan ke dalam kawasan yang mempunyai potensi untuk wisata perairan, atau lokasi yang dijadikan sebagai percontohan dengan frekwensi kunjungan yang tinggi. Salah satu penggunaan dana masuk dapat digunakan untuk pemandu wisata lokal yang dapat dianggap sebagai kompensasi waktu mereka selama bertugas.

Besarnya biaya masuk ke DPL yang telah ditetapkan sebagai suatu obyek wisata, sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah daerah. Sebagian dana akan diberikan kepada Kelompok Masyarakat Konservasi. Penggunaan dana tersebut, misalnya untuk pemeliharaan dan pengelolaan DPL (pelampung, tanda batas, papan informasi dsb).

Kelompok Pengelola
Kelompok Pengelola DPL adalah Kelompok Masyarakat (Pokmas) Konservasi, yang akan melaksanakan pengelolaan DPL. Pokmas Konservasi sebagai pengelola DPL disarankan membuat suatu struktur organisasi yang sederhana, misalnya terdapat ketua Pokmas, sekretaris, bendahara, danseksi-seksi.


Proses Peraturan Desa atau Surat Keputusan Desa
Aturan-aturan yang dibuat berdasar kesepakatan masyarakat sangat menentukan keberhasilan pengelolaan suatu DPL. Desa atau Keputusan Desa yang khusus mengatur pengelolaan DPL. Peraturan Desa atau Keputusan Desa tersebut akan mengikat masyarakat, baik di dalam desa yang mengelola DPL, maupun juga masyarakat diluar desa, sehingga pemerintah desa dan Pokmas Konservasi mempunyai dasar hukum untuk melarang atau menindak pelanggaran yang terjadi di lokasi DPL.

Pengelolaan DPL
Pengelolaan DPL dilakukan melalui tahapan yang sesuai dengan siklus kebijakan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (Integrated Coastal Management/ICM), baik di tingkat Kabupaten/Kota atau tingkat Desa.

Siklus kebijakan yang dimaksud adalah :
 (1) Identifikasi dan pengkajian isu
(2) Persiapan program
(3) Adopsi program secara formal dan penyediaan dana
(4) Pelaksanaan Program
(5) Evaluasi

Pembuatan Rencana Pengelolaan
Suatu DPL haruslah mempunyai Rencana Pengelolaan yang dibuat bersama oleh pemerintah desa dan masyarakat, agar pengelolaan DPL berfungsi dengan baik. Rencana Pengelolaan ini merupakan panduan bagi pemerintah desa dan masyarakat untuk pengelolaan DPL, sehingga masyarakat dapat memetik manfaat untuk perikanan dan wisata berkelanjutan.

Pemasangan tanda batas dan pemeliharaan
Lokasi DPL perlu dibuatkan tanda batas, setelah Peraturan Desa ditetapkan. Batas-batas kawasan diupayakan di pasang baik di pantai maupun di laut, yang memungkinkan untuk kemudahan upaya pengelolaan dan khususnya pemantauan. Jika tanda batas tidak ada atau kurang jelas terlihat, maka peneglolaan dan pemantauan sulit untuk dilakukan. Tanda batas diusahakan dibuat dengan material sederhana namun kuat dan tahan terhadap kondisi laut, seperti tahan terhadap gelombang, arus dan tidak korosif.

Pendidikan Lingkungan Hidup
Pendidikan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan DPL. Pendidikan tentang lingkungan hidup dan pengelolaan terumbu karang dan operasional DPL bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai lingkungan pesisir, ekosistem terumbu karang dan pengelolaan DPL, sehingga mereka dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir di desa mereka secara berkelanjutan.

MCS dan Penegakan Hukum
DPL yang telah ditetapkan melalaui Peraturan Desa perlu diawasi dari kegitan-kegiatan masyarakat yang mungkin belum memahami manfaatnya. Untuk menjamin adanya pengawasan dan penegakan aturan, maka disarankan untuk membuat Kelompok Pengawasan Masyarakat (Pokmaswas).
Apabila terjadi pelanggaran aturan DPL, maka aturan yang telah disepakati bersama perlu ditegakkan dan sanksi diberikan kepada pelanggar. Sanksi yang dikenakan haruslah sesuai dengan ketentuan dalam Perdes, tidak boleh ditambah ataupun dikurangi.

Pemantauan dan Evaluasian Marine Management Area
Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi merupakan hal yang penting dalam siklus kebijakan pengelolaan DPL. Dengan adanya pemantauan dan evaluasi, maka kita dapat mengamati kemajuan setelah penetapan DPL dan pengelolaan DPL diberlakukan. Dari hasil pemantauan dan evaluasi, kita dapat mengetahui efektifitas dari DPL yang telah kita kembangkan, baik dampak terhadap perbaikan lingkungan maupun dampak sosial-ekonomi masyarakat.

Penyebarluasan konsep DPL ke lokasi lain (scaling-up)
Masyarakat desa diharapkan semakin termotivasi setelah mengikuti penyuluhan, mengingat sejarah yang mereka alami dan mendengar atau menyaksikan keberhasilan upaya konservasi melalui pendirian daerah perlindungan laut. Selain itu, kebanggaan masyarakat desa sebagai desa yang berhasil mewujudkan keinginannya, sesuai dengan pesan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, turut meningkatkan motivasi tersebut.

Sumber: PANDUAN
PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI LAUT
DAERAH (MARINE MANAGEMENT AREA/MMA)
DI WILAYAH COREMAP II - INDONESIA BAGIAN BARAT 

Sabtu, 03 September 2011

HUBUNGAN EKSPLOITASI, KONSERVASI & EKSPLORASI SUMBERDAYA HAYATI LAUT




Lautan merupakan suatu tempat mata pencarian bagi bangsa indonesia, dimana negara ini terdiri dari 17.000-an pulau yang tersebar. Sejak dahulu lautan telah memberi manfaat kepada manusia untuk dipergunakan sebagai suatu sarana untuk berpergian, perniagaan dan perhubungan dari satu tempat ke tempat lain. Lautan banyak mengandung sumber-sumber alam yang berlimpah-limpah jumlahnya dan bernilai berjuta-juta dolar.

Sejak diketahui bahwa laut memeiliki banyak potensi, maka segala kegiatan untuk mengeksploitasi secara besar-besaran dimulai. Banyak biota atau organisme yang dieksploitasi dengan tidak memperhitungkan kelangsunga hidupnya. Dengan demikian keseimbangan dalam suatu ekosistem tidak terjaga lagi, karena pastinya ada satu atau lebih komponen dalam rantai makanan berkurang ataupun hilang.

Jika kerusakan ekosistem dapat terjadi, maka tidak adanya efek saling control dalam sutau ekosistem. Kerusakan lingkungan yang terjadi dengan hilangnya efek saling control adalah dengan hilangnya suatu biota maka biota lain akan mendoninasai.  Yang kemudian dapat juga menjadi rusak adalah biodiversitas. Tidak ada lagi keberagaman dalam suatu lingkungan.

Berdasarkan pemahaman di atas maka laut sangat terancam keberadaannya, di karenakan semua pihak baik perorangan ataupun suatu badan pemerintah ataupun swasta akan tertarik untuk mendapatkan keuntungan dari laut sebanyak mungkin yang belum tentu dapat diperbaharui kelangsungan hidupnya. Kegiatan pengambilan segala sumberdaya yang ada di laut yang dilakukan tanpa dilandaskan Undang-undang yang ada akan merusak lingkungan laut.

Seperti yang diketahui bersama bahwa untuk menjaga lingkungan laut dari kerusakan yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia, maka perlu dibuat suatu kawasan konservasi untuk menjaga organisme atau biota yang ada dari kerusakan ekosistem mereka. Jika suatu kawasan dijadikan kawasan konservasi, maka ekosistem yang ada akan terjaga dengan baik dan dapat dipastikan kelangsungan hidup dari organisme yang ada dapat berjalan dengan baik.
Dalam pelaksanaanya, konservasi juga harus memperhatikan aspek-aspek lain yang turut berpengaruh dalam wilayah konservasi tersebut. Seperti aspek social ekonomi masyarakat yang ada. Masyarakat yang tinggal atau hidup disekitar wilayah konservasi tentunya harus diperhatikan, karena jika wilayah laut yang ada pulau mereka dikonsevasi, maka masyarakat tersebut tidak dapat mencari ikan di laut. Sedangkan misalnya pekerjaan mereka adalah nelayan. Maka masyarakat tersebut tidak dapat menafkahi kehidupan keluarganya. Harus adanya solusi dari pihak terkait untuk mencari ganti pekerjaan dari masyarakat nelayan yang ada. Misalnya dengan memberikan modal usaha dll.

Dari masalah-masalah yang timbul di atas, dapat dicarikan solusi yang tepat agar masyarakat (nelayan) tetap dapat mengambil sumberdaya hayati yang ada dilaut dengan mempertimbangkan kelangsungan hidup dari biota yang dimanfaatkan. Tetap menjalankan interaksi saling control  agar keseimbangan dalam suatu ekosistem tetap terjaga.

Secara teoritis, ada dua bentuk regulasi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, yakni open access dan controlled access regulation. Open access adalah regulasi yang membiarkan nelayan menangkap ikan dan mengeksploitasi sumber daya hayati lainnya kapan saja, dimana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat apa saja. Regulasi ini mirip ”hukum rimba” dan ”pasar bebas”. Secara empiris, regulasi ini menimbulkan dampak negatif, antara lain apa yang dikenal dengan tragedy of common baik berupa kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan maupun konflik antar nelayan. Sebaliknya, contolled access regulation adalah regulasi terkontrol yang dapat berupa (1) pembatasan input (input restriction), yakni membatasi jumlah pelaku, jumlah jenis kapal, dan jenis alat tangkap, (2) pembatasan output (output restriction), yakni membatasi berupa jumlah tangkapan bagi setiap nelayan.

Dengan demikian masyarakat tentunya dapat mengambil sumberdaya hayati yang ada di laut dengan mempertimbangkan kelangsungan hidup dari biota yang ada. Kegiatan eksplorasi kemudian dapat dilakukan untuk mencari tahu perlakuan apa yang tepat yang dapat diberikan pada biota atau ekosistem yang ada. Apakah suatu biota dapat diambil atau tidak dengan tetap memperhatikan perundang-undangan yang telah ada.